Pembinaan usia muda kerap jadi masalah klasik di
dunia olahraga nasional terutama sepakbola. Maka dari itu turnamen-turnamen
usia muda saat ini lebih digalakkan lagi demi mencari bibit baru pemain timnas
Indonesia.
Setiap tahunnya banyak turnamen usia yang muda digelar, sebut saja Danone Nations Cup, Piala Suratin, atau lainnya yang tak lain digelar demi menggalakkan pembinaan sepakbola di usia muda, yang kerap terabaikan sebelumnya.
Saat ini di Bangka-Belitung, sedang digelar saat ini adalah Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Sepakbola Antar Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar (PPLP)/Pusat Pengembangan Latihan Pelajar Daerah (PPLD), yang dimulai Selasa (26/5) hingga Minggu (31/5) besok, di tiga stadion yakni Stadion Depati Amir, Stadion Utama Koba dan Stadium Orom.
Yang ikut dalam turnamen tersebut adalah 16 sekolah PPLP dan sekolah khusus olahraga (SKO) di antaranya PLPD Kabupaten Bogor, PPLP Jawa Tengah, PPLP Sumatera Barat, PPL Sumatera Utara, Pertamina Soccer School, PLPD Bangka Belitung, dan PPLP Maluku Utara.
Ajang rutin tahunan binaan Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ini diharapkan tentunya bakal jadi ajang untuk menemukan lagi bakat-bakat baru pesepakbola muda, yang nantinya bakal membela tim nasional Indonesia dan tentunya dapat memberikan prestasi.
"Masa depan sepak bola nasional berada di tangan adik-adik semua. Jika mau berlatih keras, masa depan Timnas Sepakbola kita akan cerah," ujar Staf Khusus Bidang Olahraga Kemenpora, M. Khusen Yusuf, saat Mewakili Menpora Imam Nahrawi membuka Kejurnas Sepakbola Antar PPLP/PPLD 2015 di Stadion Depati Amir, Pangkal Pinang, Bangka Belitung.
Setiap tahunnya banyak turnamen usia yang muda digelar, sebut saja Danone Nations Cup, Piala Suratin, atau lainnya yang tak lain digelar demi menggalakkan pembinaan sepakbola di usia muda, yang kerap terabaikan sebelumnya.
Saat ini di Bangka-Belitung, sedang digelar saat ini adalah Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Sepakbola Antar Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar (PPLP)/Pusat Pengembangan Latihan Pelajar Daerah (PPLD), yang dimulai Selasa (26/5) hingga Minggu (31/5) besok, di tiga stadion yakni Stadion Depati Amir, Stadion Utama Koba dan Stadium Orom.
Yang ikut dalam turnamen tersebut adalah 16 sekolah PPLP dan sekolah khusus olahraga (SKO) di antaranya PLPD Kabupaten Bogor, PPLP Jawa Tengah, PPLP Sumatera Barat, PPL Sumatera Utara, Pertamina Soccer School, PLPD Bangka Belitung, dan PPLP Maluku Utara.
Ajang rutin tahunan binaan Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ini diharapkan tentunya bakal jadi ajang untuk menemukan lagi bakat-bakat baru pesepakbola muda, yang nantinya bakal membela tim nasional Indonesia dan tentunya dapat memberikan prestasi.
"Masa depan sepak bola nasional berada di tangan adik-adik semua. Jika mau berlatih keras, masa depan Timnas Sepakbola kita akan cerah," ujar Staf Khusus Bidang Olahraga Kemenpora, M. Khusen Yusuf, saat Mewakili Menpora Imam Nahrawi membuka Kejurnas Sepakbola Antar PPLP/PPLD 2015 di Stadion Depati Amir, Pangkal Pinang, Bangka Belitung.
"Menpora Vs PSSI: Sepakbola Indonesia Mati Suri"
Kalimat diatas
saya kutip dari tema sebuah acara talk show di
salah satu televisi swasta beberapa waktu yang lalu. Sebuah diskusi yang
kebetulan membahas mengenai kisruh yang tengah terjadi di persepakbolaan negeri
ini.
Satu hal yang saya tangkap dari
diskusi "berat" tersebut adalah, semua pihak memiliki
niat dan tujuan yang sangat mulia, yaitu "Untuk
Masa Depan Sepakbola Indonesia Yang Lebih Baik".
Sayangnya mereka menggunakan dasar yang sangat mulia tersebut,
tanpa memperhatikan hakikatnya. Mereka hanya berbicara di awang-awang tanpa
melihat realita apa yang terjadi di bumi.
Sebenarnya Kongres Sepakbola Nasional 2010 di
Malang telah menghasilkan tujuh rekomendasi yang disebut dengan
"Rekomendasi Malang". Kongres ini diinisiasi oleh pemerintahan SBY
dengan tujuan memajukan sepak bola Indonesia. Adapun tujuh rekomendasi
yang dihasilkan KSN di Malang antara lain :
1. PSSI perlu segera melakukan reformasi dan restrukturisasi atas dasar usul, saran dan kritik serta harapan masyarakat dan mengambil langkah-langkah konkret sesuai aturan yang berlaku untuk mencapai prestasi yang diharapkan masyarakat.
2. Perlu adanya pembangunan dan peningkatan infrastruktur olah raga khususnya sepakbola.
3. PSSI perlu meningkatkan komunikasi, koordinasi dan sinkronisasi dengan stakeholder terutama KONI dan pemerintah.
4. Dilakukan pembinaan sejak usia dini melalui penanganan secara khusus melalui pendekatan Iptek, dengan melibatkan tim yang terdiri dari dokter, psikolog, pemandu bakat dan pakar olah raga serta perlu segera disusun kurikulum standar nasional untuk penyelenggaraan Sekolah sepakbola, PPLP, dan PPLM sepakbola.
5. Metode pembinaan atlet pelajar/muda supaya juga memperhatikan pendidikan formalnya.
6. Pemerintah menyediakan anggaran dari APBN dan APBD untuk mendukung dan menunjang target dan pencapaian sasaran untuk menuju prestasi (karena dana APBD masih diperlukan untuk stimultan)
7. Perlu segera disusun dan dilaksanakan program pembinaan prestasi yang fokus kepada pembentukan tim nasional untuk menjadi juara dalam SEA Games 2011.
Rekomendasi tersebut sebenarnya mengharapkan terjadinya sinerji antara PSSI dengan seluruh stakeholdernya, terutama dengan pemerintah. Lihat saja soal rekomendasi tentang pembangunan imfrastruktur, sekolah sepakbola, pemanfaatan iptek, ataupun dukungan dana APBN/APBD.
Sayangnya kita tidak tahu perkembangan dukungan pemerintah tersebut, kecuali kasus korupsi Hambalang, SEA Games ke 26 di Palembang 2011, PON ke 18 di Riau 2012, , dan terakhir pembangunan Gedung Olah Raga Bandung Lautan Api (GBLA) untuk PON ke 19 di Bandung 2016. Artinya pembangunan infrastruktur olahraga sarat dengan peluang melakukan korupsi.
Sebagai ilustrasi potensi baik sepak bola di Indonesia, rata-rata jumlah penonton Liga Indonesia adalah 12.500 orang per pertandingan. Dengan total penonton selama satu musim kompetisi 7,65 juta. Liga di Korea rata-rata 7.200 orang dan total penonton , Liga di Malaysia rata-rata 6.000 orang dan total 1,05 juta penonton, Liga di Singapore yang terancam bangkrut rata-rata hanya 2.500 orang dan total 375 ribu penonton.
Artinya begitu besar antusias masyarakat Indonesia terhadap sepakbola dan bisa dibayangkan dampak berantai dari pertandingan sepakbola terhadap kegiatan ekonomi masyarakat Indonesia apabila termasuk kompetisi-kompetisi sepakbola lainnya.
Karena itu kita patut menghargai upaya PWI menjembatani dialog Kemenpora dengan PSSI agar terjadi titik temu untuk menyelamatkan, bukan saja sepak bola Indonesia, tetapi juga aktivitas ekonomi masyarakat menengah ke bawah di sektor olahraga. Perlu diketahui bahwa ide kompetisi Galatama lahir dari para wartawan olahraga SIWO PWI.
Namun agar Kemenpora dan PSSI benar-benar komit terhadap langkah-langkah perbaikan, maka kali ini perlu ditandatangani "Partnership Agreement" yang intinya bagaimana kedua lembaga tersebut, secara sejajar bersinerji untuk kejayaan sepakbola Indonesia. Tanpa hal ini maka kita khawatir kesepakatan tersebut kembali menjadi sebuah dokumen sejarah saja, seperti yang terjadi dengan "Rekomendasi Malang".
Menyikapi Rekomendasi Malang lalu dan penyelesaian dualisme kompetisi tahun 2012, setelah PSSI bersatu di tahun 2013, PSSI telah membuat "road map" dengan judul "PSSI a Journay of Football Reform" yang dapat diunduh lewat situs PSSI http://pssi.or.id./dev/izCFiles/uploads/File/PSSI-Journey-Football-Reform.pdf.
Sementara di awal tahun 2015 PSSI mengumpulkan beberapa wartawan senior, pakar komunikasi politik, mantan pesepakbola nasional, pakar manajemen dalam satu Tim Sinerji. Tim sinerji yang dibentuk oleh Exco PSSI era Djohar Arifin, berhasil merumuskan tiga fokus PSSI ke depan, yaitu: organisasi, kompetisi dan tim nasional.
1. PSSI perlu segera melakukan reformasi dan restrukturisasi atas dasar usul, saran dan kritik serta harapan masyarakat dan mengambil langkah-langkah konkret sesuai aturan yang berlaku untuk mencapai prestasi yang diharapkan masyarakat.
2. Perlu adanya pembangunan dan peningkatan infrastruktur olah raga khususnya sepakbola.
3. PSSI perlu meningkatkan komunikasi, koordinasi dan sinkronisasi dengan stakeholder terutama KONI dan pemerintah.
4. Dilakukan pembinaan sejak usia dini melalui penanganan secara khusus melalui pendekatan Iptek, dengan melibatkan tim yang terdiri dari dokter, psikolog, pemandu bakat dan pakar olah raga serta perlu segera disusun kurikulum standar nasional untuk penyelenggaraan Sekolah sepakbola, PPLP, dan PPLM sepakbola.
5. Metode pembinaan atlet pelajar/muda supaya juga memperhatikan pendidikan formalnya.
6. Pemerintah menyediakan anggaran dari APBN dan APBD untuk mendukung dan menunjang target dan pencapaian sasaran untuk menuju prestasi (karena dana APBD masih diperlukan untuk stimultan)
7. Perlu segera disusun dan dilaksanakan program pembinaan prestasi yang fokus kepada pembentukan tim nasional untuk menjadi juara dalam SEA Games 2011.
Rekomendasi tersebut sebenarnya mengharapkan terjadinya sinerji antara PSSI dengan seluruh stakeholdernya, terutama dengan pemerintah. Lihat saja soal rekomendasi tentang pembangunan imfrastruktur, sekolah sepakbola, pemanfaatan iptek, ataupun dukungan dana APBN/APBD.
Sayangnya kita tidak tahu perkembangan dukungan pemerintah tersebut, kecuali kasus korupsi Hambalang, SEA Games ke 26 di Palembang 2011, PON ke 18 di Riau 2012, , dan terakhir pembangunan Gedung Olah Raga Bandung Lautan Api (GBLA) untuk PON ke 19 di Bandung 2016. Artinya pembangunan infrastruktur olahraga sarat dengan peluang melakukan korupsi.
Sebagai ilustrasi potensi baik sepak bola di Indonesia, rata-rata jumlah penonton Liga Indonesia adalah 12.500 orang per pertandingan. Dengan total penonton selama satu musim kompetisi 7,65 juta. Liga di Korea rata-rata 7.200 orang dan total penonton , Liga di Malaysia rata-rata 6.000 orang dan total 1,05 juta penonton, Liga di Singapore yang terancam bangkrut rata-rata hanya 2.500 orang dan total 375 ribu penonton.
Artinya begitu besar antusias masyarakat Indonesia terhadap sepakbola dan bisa dibayangkan dampak berantai dari pertandingan sepakbola terhadap kegiatan ekonomi masyarakat Indonesia apabila termasuk kompetisi-kompetisi sepakbola lainnya.
Karena itu kita patut menghargai upaya PWI menjembatani dialog Kemenpora dengan PSSI agar terjadi titik temu untuk menyelamatkan, bukan saja sepak bola Indonesia, tetapi juga aktivitas ekonomi masyarakat menengah ke bawah di sektor olahraga. Perlu diketahui bahwa ide kompetisi Galatama lahir dari para wartawan olahraga SIWO PWI.
Namun agar Kemenpora dan PSSI benar-benar komit terhadap langkah-langkah perbaikan, maka kali ini perlu ditandatangani "Partnership Agreement" yang intinya bagaimana kedua lembaga tersebut, secara sejajar bersinerji untuk kejayaan sepakbola Indonesia. Tanpa hal ini maka kita khawatir kesepakatan tersebut kembali menjadi sebuah dokumen sejarah saja, seperti yang terjadi dengan "Rekomendasi Malang".
Menyikapi Rekomendasi Malang lalu dan penyelesaian dualisme kompetisi tahun 2012, setelah PSSI bersatu di tahun 2013, PSSI telah membuat "road map" dengan judul "PSSI a Journay of Football Reform" yang dapat diunduh lewat situs PSSI http://pssi.or.id./dev/izCFiles/uploads/File/PSSI-Journey-Football-Reform.pdf.
Sementara di awal tahun 2015 PSSI mengumpulkan beberapa wartawan senior, pakar komunikasi politik, mantan pesepakbola nasional, pakar manajemen dalam satu Tim Sinerji. Tim sinerji yang dibentuk oleh Exco PSSI era Djohar Arifin, berhasil merumuskan tiga fokus PSSI ke depan, yaitu: organisasi, kompetisi dan tim nasional.
Sumber :
http://www.bambangpamungkas20.com/bepe/baca/artikel/umum/2015/05/14/205/untuk-masa-depan-sepakbola-indonesia-yang-lebih-baik
http://sport.detik.com/sepakbola/read/2015/05/27/153730/2926674/76/demi-masa-depan-sepakbola-indonesia-yang-lebih-baik
http://www.jpnn.com/read/2015/05/27/306264/Pesepakbola-PPLP-Diharap-Perkuat-Timnas-Masa-Depan
http://www.rmol.co/read/2015/05/18/203093/Masa-Depan-Sepakbola-Indonesia-Ditanganmu-