Hingga kini pencarian terhadap puing pesawat AirAsia QZ8501 terus
dilakukan. Salah satunya pencarian dibantu teknologi sonar atau sound
navigation and ranging.
Sonar
adalah suatu metode memanfaatkan perambatan suara di dalam air untuk mengetahui
keberadaan obyek di bawah permukaan air. Secara garis besar sistem kerja sebuah
peralatan sonar adalah mengeluarkan sumber bunyi yang akan menyebar di dalam
air.
Bunyi
ini akan dipantulkan obyek di dalam air dan diterima kembali sistem sonar
tersebut. Berdasarkan penghitungan kecepatan perambatan suara di dalam air maka
letak obyek dalam air dapat diketahui jaraknya dari sumber suara.
Pada
peralatan sonar yang lebih canggih tak hanya keberadaan obyek, bentuk fisik
atau bahan pembentuk obyek juga dapat diketahui.
Teknologi
sonar kini dipakai untuk mendeteksi keberadaan kotak hitam dan puing pesawat
AirAsia QZ8501. Gelombang suara yang dipantulkan sonar akan menyebar di dalam
air dan mencari keberadaan obyek yaitu pesawat AirAsia QZ 8501.
Teknologi
sonar sebelumnya juga digunakan mencari keberadaan pesawat Malaysia MH 370 yang
hilang pada Maret 2014 lalu. Selama ini sonar telah dipergunakan untuk
mendeteksi kapal selam, ranjau di kedalaman air, penangkapan ikan secara
komersil, serta keselamatan dan komunikasi di bawah laut.
Kotak
hitam atau black box adalah sekumpulan perangkat yang
digunakan dalam bidang transportasi - umumnya merujuk kepadaperekam data penerbangan (flight data recorder; FDR) dan perekam suara kokpit (cockpit voice recorder; CVR)
dalam pesawat
terbang.
Fungsi dari kotak hitam sendiri adalah untuk merekam pembicaraan antara pilot dan pemandu lalu lintas udara atau air
traffic control (ATC) serta
untuk mengetahui tekanan udara dan kondisi cuaca selama penerbangan. Walaupun dinamakan
kotak hitam tetapi sesungguhnya kotak tersebut tidak berwarna hitam tetapi
berwarna jingga (oranye). Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan pencarian jika pesawat itu mengalami kecelakaan.
Penempatan kotak hitam ini dilakukan sedemikian rupa sehingga mudah
ditemukan. Umumnya terdapat dua unit kotak hitam yang diletakkan pada bagian
depan pesawat dan bagian ekor pesawat, yang diyakini merupakan bagian yang utuh
ditemukan.
The hydrophone harus
diposisikan di bawah termoklin lapisan yang mencerminkan suara, baik
kembali ke permukaan atau kembali ke dasar laut.Karena sinyal pinger relatif
lemah, hidrofon harus dalam waktu sekitar satu mil laut (6.076 kaki
(1.852 m)) untuk mendeteksi itu. Hidrofon ini biasanya digunakan sekitar
1.000 kaki (300 m) di atas dasar laut, di mana ia dapat memindai petak sekitar
12.000 kaki (3.700 m) lebar, pada permukaan yang datar tingkat.
The Phoenix Towed Pinger
Locator (TPL) Sistem memberikan kemampuan untuk mendeteksi dan mencari pingers
relokasi darurat di pesawat jatuh ke kedalaman maksimum 6.000 MSW mana saja di
dunia. Pingers pesawat komersial yang dipasang langsung pada data penerbangan
dan perekam suara kokpit, pemulihan yang sangat penting untuk investigasi
kecelakaan.
Sistem ini terdiri dari
ikan belakangnya, kabel derek, winch, unit daya hidrolik, generator, dan
kontrol konsol topside, meskipun tidak semua komponen ini diperlukan pada
setiap misi. Ikan derek membawa mendengarkan perangkat pasif untuk
mendeteksi pingers yang secara otomatis mengirimkan pulsa
akustik. Kebanyakan pingers mengirimkan setiap detik di 37,5 kHz, meskipun
TPL dapat mendeteksi transmisi pinger antara 3,5 kHz dan 50 kHz pada setiap
tingkat pengulangan.
Pinger locator beroperasi
di bawah laut, dan biasanya alat ini ditempelkan pada sebuah robot tanpa awak
yang dikendalikan secara nirkabel dari kapal. Alat ini juga juga puanya
kemampuan luar biasa karena dibekali pemancar sonat yang sanggup menjangkau hingga
kedalaman enam ribu meter lebih.
Selain pinger locator milik kapal
Baruna Jaya I, Singapura juga mengirim kapal RSS Kallang yang dibekali radar
berbasis sonar terdapat di lambungnya. kapal ini juga dilengkapi dengan Thales
Underwater System TSM-2022 MkIII, yang bisa mendeteksi kapal selam dan bangkai
pesawat.